Hidup ini indah kok.
Mengapa cemas tak sempurna ?
Sempurna, sebuah
atribut yang banyak diperjuangkan orang. Seringkali keinginan untuk sempurna
tersebut menjadi sebuah motivasi yang kuat. Tetapi sebaliknya kegagalan mencapainya
dapat menciptakan rasa cemas, bersalah, dan perasaan tak enak lainnya.
Seorang
perfeksionis tidak mudah puas dengan dirinya, tak peduli betapa bagusnya hsil
yang dicapai. Biasanya mereka punya target yang tinggi. Tetapi dorongan untuk
berprestasi itu tidak semata-mata didesak oleh ambisi. Ada yang lebih berperan,
yaitu rasa takut untuk ditolak. Dan ketakutan ini ternyata tumbuh sejak dini.
“Seorang anak
perfeksionis akan merasa khawatir bahwa mereka tak akan dicintai bila tak
berhasil,” demikian Collette Darison,
seorang psikolog pada Child Development
Center Virginia Frank di Chicago.
(Physicology Today, January 1995).
“Mereka merasa
tak berharga jika orang-orang tak setuju dengan mereka,” tambahnya. Akibatnya,
anak-anak seperti ini berusaha keras untuk menyenangkan orang tua, teman, atau
guru.
Bahaya? Ya.
Apalagi kalau sifat perfeksionis ini terus dibawa sampai dewasa. Dia akan terus
menerus cemas dan tak menikmati apa yang dicapai. Kemampuan menikmati hidup
akan terbatas karena tak pernah puas. Dan seringkali -tanpa disadari- dia
berusaha agar anak-anaknya menjadi orang yang sempurna.
Ketidakpuasan
seorang perfeksionis sejatinya merupakan motivator bagi anak-anaknya. Tapi
menjadi tak sehat bila dia menaruh harapan yang tidak realistik. Orang tua
seperti ini hidup melalui anak-anaknya, dan merasa sukses anaknya adalah sukses
dirinya. Akibatnya, segala harapan ditumpahkan untuk membentuk anak yang
sempurna.
Beberapa sifat
yang khas terdapat pada orang-orang yang gila kesempurnaan ini. Antara lain, tak
toleran pada kesalahan-kesalahan dan suka membuang-buang waktu. “Bila mereka
melakukan sesuatu yang terlihat hasilnya –seperti menulis atau pekerjaan
kreatif lainnya- bukan main lama waktu yang dibutuhkannya, “tutur Darison.
Boleh jaid hasilnya bagus sekali, tapi begitu banyak usaha dan waktu yang
dibutuhkannya, sampai kreativitas jadi tak efektif.
Sifat lain
adalah kecenderungan menunda-nunda. Bila dihadapkan pada proyek yang sulit atau
jangka panjang, seorang perfeksionis akan menundanya sampai menit terakhir.
Akarnya jelas, takut gagal. Akibatnya seringkali mereka tak mau mencoba hal-hal
yang baru. Yang agak parah mereka mudah iri hati. Dalam pandangannya, semua
orang, kecuali dirinya, adalah sempurna. Tak heran kalau seumur hidup mereka
akan selalu iri hati.
Jika anda
seorang perfeksionis, ada beberapa saran dari psikolog untuk menghindari
penyakit ini. Terimalah kesempurnaan seperti apa yang ada dalam diri Anda.
Realistis saja. Lalu, beranilah bereksperimen. Jangan melarutkan diri dalam
kesukaran, tetapi coba dan hadapilah risiko yang terjadi. Tentu saja yang ingin
dicapai harus realistis dan masih dalam jangkauan kemampuan. Selanjutnya
kembangkan sikap yang sehat terhadap kesalahan. Tak usah menyesal mati-matian…
Rileks saja. Hidup ini menyenangkan kok.
(961001)