Thursday, October 25, 2018

CERMIN


Piranti bergincu dan mengadu
Barangkali pemahaman kita tentang cermin hanya sebatas alat untuk berhias. Padahal dibalik karakteristik itu, ada ‘rahasia’ tersembunyi yang mengandung kekuatan besar jika diungkap. Ia mampu menjadi media untuk mengusir rasa jenuh sekaligus menumbuhkan gairah hidup kita.

Jenuh ada normal. Wajar. Setiap orang pasti pernah merasakan. Tak terkecuali, kejenuhan yang menghinggapi di lingkungan kerja. Tapi bila kejenuhan dibiarkan berlarut-larut, tak ayal, lambat laun akan menyeret Anda ke lembah ketidakberdayaan. Terus, apa hubungan antara cermin dengan kejenuhan? Secara logika memang sulit dikatakan ada hubungan. Nonsense.
Namun tidak demikian halnya dengan Siska. Eksekutif muda keuangan ini telah berulangkali mempraktekkan keampuhan cermin manakala ia dililit rasa jenuh menghadapi tugas-tugas di kantornya. Selembar cermin mampu ia gunakan sebagai media pengaduan bahkan kemudian menjelma menjadi “malaikat” penolong dalam mengusir kejenuhan yang menghinggapinya.
Mulanya, Siska memang belum begitu jenuh dengan pekerjaannya. Menyenangkan sekaligus mengasyikkan. Tapi seiring dengan bergulirnya sang waktu, akhirnya kejenuhan itu mulai merayapi tubuhnya. Bahkan melilitnya hingga pekerjaan yang ia jalani menjadi hal yang membosankan. Monoton, itu-itu saja. Dapat dimaklumi, setiap hari ia selalu dihadapkan dengan laporan keuangan dan neraca-neraca yang memusingkan kepala. “Angka-angka melulu,” gerutunya.
Sampai suatu hari, ketika Siska hendak berangkat kerja, ia sempatkan menatap dalam-dalam wajahnya di depan cermin. Ada guratan kegalauan yang terpancara dari roman mukanya. Ada rasa malas yang begitu membelenggu langkahnya. Dan, di saat ia tercenung tersebut, tiba-tiba ia berbicara pada dirinya sendiri lewat cermin yang ada di depannya :
“Kalau kau ingin berhasil, ini harus kau kerjakan Siska. Jalanmu masih panjang. Kamu masih muda. Raihlah kesuksesan, singkirkan jauh-jauh rasa jenuh dengan pekerjaanmu itu. Tidak ada hal yang lebih baik dari apa yang kamu kerjakan hari ini. Bergairahlah dan kerjakan semua itu dengan semangat.”
Seperti ada magnet yang menggerakkan tubuhnya, Siska seolah-olah dilemparkan pada suasana lain. Ia menemukan keukuatan setalah bebicara dengan dirinya sendiri lewat cermin itu. Bahkan percakapan yang telah dilakukan Siska membantu tugas yang dibencinya dan takut mengerjakannya menjadi suat petualangan yang ia sukai dan amat menguntungkan. Mulai saat itulah, hampir setiap apgi, Siska menatap wajah dan berbicara dengan diri sendiri untuk menghalau rasa bosan dan jenuh yang memasungnya.

CERMIN
CERMIN

Apakah berbicara dengan diri sendiri setiap hari itu tidak waras, kekanak-kanakan, naif atau tidak serius? Barankali yang menihilkan cermin sebagai ‘obat penyembuhan’ pasti akan mengiyakan. Atau barangkali menertawakan dengan nada sinis. Tapi tahukan Anda bahwa: Inilah hakikat dari psikologi yang sehat? Menyitir pendapat Marcus Aurelius yang telah menulis Meditations pada abad 18, menerangkan bahwa “profil kehidupan kita persis sama dengan apa yang kita pikirkan” !
Bila Anda merasa tidak jauh berbeda dengan kondisi yang dialami Siska di atas, tak salah bila Anda coba. Anda tentu yakin, bahwa tidak ada hal yang bisa membuat Anda bahagia sebelum Anda meyakini kebenarannya. Boleh jaid. Namun untuk lebih memantapkan tujuan menghindari rasa jenuh ini, falsafah seolah-olah dari Prof Hans Vaihinger dapat pula dikombinasikan dengan kekuatan cermin. Falsafah seolah-olah mengidentifikasikan bahwa ketika kita jenuh dengan apa yang kita kerjakan, makan bertindaklah seolah-olah menyenangi dan seolah-olah tidak merasa bosan.
Alhasil, nikmatilah panggung kehidupan ini. Jadilah aktor protagonis yang dipuja komunitas penontonnya. Memang, kehidupan ini penuh dengan sandiwara dan rasa ketidakpuasan. Dan, rasa jenuh termasuk salah satu letupan ketidakpuasan itu. Maka renungkanlah bila orang bijak bilang “be happy for what you get” (nikmatilah apa yang Anda miliki) !

(971217)

No comments:

Post a Comment